Shariah Life

Live Under The Islamic Shariah

Kajian Asuransi Konvensional vs Asuransi Syariah

Posted by shariahlife on January 14, 2007

Menurut K.H. Drs. Ahmad Azhar Basyir, M.A, (1994), para ahli hukum Islam mempermasalahkan tiga unsur pokok dalam asuransi yaitu bahaya yang dipertanggungkan, premi pertanggungan dan sejumlah uang ganti rugi pertanggungan. “Bahaya yang dipertanggungkan sifatnya tidak pasti terjadi”. Premi pertanggungan pun tidak mesti sesuai dengan yang tertera dalam polis.

Jumlah uang santunan atau ganti rugi sering atau bahkan pada umumnya jauh lebih besar daripada premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi.

Unsur ketidakpastian dalam perjanjian asuransi dipandang tidak sejalan dengan syarat sahnya suatu perjanjian menurut hukum Islam. Akan terjadinya bahaya yang dipertanggungkan risikonya terdapat ketidaktentuan. Demikian pula premi yang tidak seimbang dengan ganti rugi jauh lebih besar daripada premi yang dibayarkan.

Adanya unsur menang kalah atau untung rugi antara pihak tertanggung dan penanggung itu menimbulkan pendapat bahwa di dalam perjanjian asuransi terdapat unsur perjudian. Investasi dana yang terhimpun pada perusahaan asuransi dengan jalan dibungakan menimbulkan pendapat bahwa di dalam perjanjian asuransi terdapat unsur riba.

Unsur-unsur ketidakpastian atau untung-untungan, ketidakseimbangan antara premi dan ganti rugi serta investasi dengan jalan riba itulah yang oleh banyak ahli hukum Islam menjadi alasan tidak dapat membenarkan perjanjian asuransi yang berlaku sehingga sekarang, ditinjau dari hukum Islam. Namun, ada pula golongan ahli hukum Islam yang tidak merasa keberatan. Perbedaan pendapat itu kiranya terletak pada perbedaan dalam memandang apakah perjanjian asuransi itu merupakan perjanjian antara tertanggung secara perseorangan dan perusahaan asuransi ataukah antara sejumlah tertanggung dan perusahaan asuransi.

Yang merasakan keberatan terhadap perjanjian asuransi memandang perjanjian itu dilakukan secara perseorangan antara tertanggung dan perusahaan asuransi, sedangkan yang tidak merasa keberatan memandang perjanjian itu terjadi antara sejumlah tertanggung yang saling membantu, kerjasama atau gotong royong dan perusahaan asuransi.

PERKEMBANGAN HUKUM ASURANSI DI DUNIA

Perbedaan pendapat itu telah mewarnai pula gerakan pembaharuan hukum di negara-negara Islam yang telah mendorong beberapa usaha untuk mengubah kitab UU Hukum Dagang Utsmani yang diundangkan pada 1850. Kitab UU Hukum Dagang Utsmani ini seluruhnya berdasarkan hukum Perancis dan boleh dikatakan sama sekali tidak bersumber dari syariat. Hukum ini mula-mula berlaku di seluruh bekas imperium Utsmani, termasuk Mesir, tetapi di beberapa negara telah diganti dengan kitab undang-undang lebih kontemporer yang juga terutama diilhami dari hukum Perancis.

Dalam sejumlah segi yang amat penting, kitab UU Hukum Dagang Mesir, 1948 langsung bertentangan dengan interpretasi tradisional hukum Islam di semua mazhab yang diakui-misalnya mengenai pinjaman atau investasi yang memikul beban bunga tetap, taruhan dan perjudian cagak hidup dan asuransi.

Hukum Mesir membolehkan asuransi timbal balik (mutual), asuransi dagang dengan persyaratan tertentu, asuransi atas bahaya yang menimpa badan, asuransi terhadap bahaya-bahaya pertanggungan perdata yang berupa harta benda. Usaha pertama yang dilakukan di Irak pada tahun 1933, ketika sebuah komisaris para pembuat UU lokal meneliti keadaan dan menyampaikan laporan. Tetapi usaha ini terbukti gagal, karena tentangan dari para pemimpin agama.

Kemudian pada 1936, komisi kedua diangkat. Komisi hukum ini menugasi seorang ahli hukum Mesir yaitu Dokter Sanhuri Basya untuk menyusun undang-undang hukum tersebut. Setelah selesai dibuat satu jilid, untuk sementara menghentikan pekerjaannya dan baru dimulai lagi pada tahun 1942 sampai selesai. Rancangan undang-undang ini kemudian dibahas dalam sidang-sidang komisi di bawah pimpinan doktor itu sendiri. Selesai pembahasannya oleh komisi kemudian diajukan parlemen untuk memperoleh persetujuan.

Suatu analisis mengenai Kode Irak 1951 mengungkapkan bahwa secara umum kode itu terdiri atas bagian-bagian yang hampir sama dengan pasal-pasal yang berasal dari Majallah (dan sebuah teks yang berjudul Murshid al-Hayran) di satu pihak dan KUH Perdata Mesir di pihak lain. Karena itu jelas apa yang dapat diistilahkan sebagai “komponen Islam”. Jauh lebih kuat dan lebih meresap dari pada dalam mode Mesir”. Tetapi adalah penting bahwa pada dasarnya asas-asas perancis dari Kode Mesir mengenai masalah-masalah yang menjengkelkan seperti suku bunga tetap, asuransi, dan kontrak yang bersifat “spekulatif” telah berlaku.

Jumlah kecil orang-orang Islam di India, Pakistan dan Sudan secara pribadi berpegang pada larangan tradisional terhadap suku bunga tetap atau perjanjian asuransi tertentu. Hanya di Arab Saudi, Yaman Utara dan Oman syariat masih luas berlaku dalam soal-soal seperti itu.

Selanjutnya dua perkembangan terjadi kemudian: kontrak asuransi yang sebelumnya dibatasi hanya di bidang perdagangan laut kini tampaknya dibenarkan terhadap mobil dan harta benda lain, walaupun tidak terhadap asuransi jiwa dan bank telah mulai beroperasi atas dasar apa yang sebenarnya adalah bunga, walaupun dengan hati-hati dinamakan “komisi” alih-alih istilah negatif “riba”.

YANG HALAL DAN HARAM

Konperensi Internasional Pertama tentang Ekonomi Islam di Mekah pada 17 Januari 1978 dihadiri delegasi Indonesia. Salah satu acaranya membahas asuransi dalam rangka syariat Islam.

Keputusan konperensi Negara-negara Islam di Kuala Lumpur mengenal asuransi:


1. Asuransi yang didalamnya terdapat unsur riba dan eksploitasi hukumnya haram.

2. Asuransi yang bersifat koperatif hukumnya halal

a. Asuransi yang khusus buat sesuatu usaha dapat dilakukan oleh sekumpulan manusia atas dasar koperatif.

b. Sedang asuransi yang tidak terbatas buat usaha dapat dilakukan oleh Pemerintah.

c. Konperensi menganjurkan kepada pemerintah-pemerintah Islam untuk mengadakan asuransi yang bersifat koperatif antara negara-negara Islam.

Peserta-peserta asuransi ini membayar uang iuran yang tidak boleh diambil kembali kecuali pada saat datang waktunya ia berhak menerima.

3. Mengingat pentingnya perdagangan internasional, maka asuransi dalam bentuk internasional yang ada sekarang dianggap halal, berdasarkan hukum darurat.

Pembaharuan hukum itu telah pula melahirkan usaha mendirikan perusahaan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung, saling menolong di antara para tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam dengan nama asuransi Takaful. Telah berdiri asuransi demikian di beberapa negara, Islamic Arab Insurance C.Ltd. Sudan (1979), Islamic Arab Insurance Co. ltd. Saudi Arabia (1979), Dar Al Maal Al Islami, Geneva (1983) Takaful Islam Luxemburg (1983), Takaful Islam Bahamas (1983), Syarikat Takaful Malaysia SDN, Berhad (1984).

sumber : Kalawarta No. 2/1994

4 Responses to “Kajian Asuransi Konvensional vs Asuransi Syariah”

  1. awiz said

    ass. sya mahasiswi tingkat akhir yang sedang berskripsi. sya mau minta tolong kalo temen2 ada yang punya jurnal tentang asuransi syariah tolong kirim ke alamat email sya ya… makasi sebelumnya. wass

  2. kokok pujianto said

    Biar Tuhan yang atur hasilnya, Kita yang memilih caranya

  3. siswanto said

    ass. gmana hukum asuransi secara islam, dan gmana hukum menjadi agen asuransi konvensional.

  4. Vielz2 said

    Saya ada pertanyaan.
    1. Transaksi yang terjadi pada dana peserta :
    a.Semua karyawan PT. A ikut serta dalam asuransi kesehatan PT. Takaful dengan kontribusi premi sebesar Rp 750.000,- per tahun per orang. Jumlah karyawan yang ikut sebanyak 20 orang. Pada bulan berikutnya PT. A baru melakukan transfer ke rekening PT. Asuransi Takaful.
    b.Apa bila prosentase ujroh untuk pengelola adalah sebesar 30% dari nilai kontribusi premi peserta, bagaimana jurnal yang terjadi pada dana peserta, serta bagaimana jurnal yang dibuat pada saat terjadi pembayaran ke dana pengelola?
    Tolong dibantu dalam menjawab dan menjelaskan !!!

Leave a comment